KOMUNIKASI PADA IBU NIFAS

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1         Kunjungan Konseling pada Masa Nifas

Kunjungan masa nifas minimal dilakukan 4 kali selama masa nifas.

  1. Kunjungan I ( 6 – 8 jam post partum )

a)      Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri

b)      Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut

c)      Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri

d)     Pemberian ASI awal

e)      Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

f)       Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi

g)      Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik

 

  1. Kunjungan ke-2 ( 6 hari post partum )

a)      Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal

b)      Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan

c)      Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup

d)     Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan

e)      Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui

f)       Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir

 

  1. Kunjungan ke-3 ( 2 minggu post partum )

Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.

 

  1. Kunjungan ke-4 ( 6 minggu post partum )

a)      Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas

b)      Memberikan konseling KB secara dini

 

2.2         Perawatan Masa Nifas

Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut:

Rawat Gabung ( roming in )

Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama. Tujuannya agar terbentuk ikatan antara ibu dan bayinya dalam bentuk kasih sayang (bounding attachment), sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI terjamin.

  1. Pemeriksaan umum meliputi kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
  2. Pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan fisik, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
  3. Payudara
    Perawatan payudara sudah dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oxitosin dikeluarkan oleh hipofisis. Produksi akan lebih banyak dan involusi uteri akan lebih sempurna.
  4. Lochea; lochea rubra, lochea sanguinolenta
  5. Luka jahitan, Luka jahitan apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi ( kalor, dolor, turbor, dan tumor ).
  6. Mobilisasi
    Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kiri dan kekanan serta diperbolehkan untuk duduk, atau pada hari ke – 4 dan ke- 5 diperbolehkan pulang.
  7. Diet
    Makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayuran dan buah-buahan.
  8. Miksi
    Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya, paling tidak 4 jam setelah kelahiran. Bila sakit, kencing dikaterisasi.
  9. Defekasi
    Buang air besar dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit bab dan terjadi obstipasi apabila bab keras dapat diberikan laksans per oral atau perektal. Jika belum biasa dilakukan klisma.
  10. Kebersihan diri

Anjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun, dari vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang kemudian anus, kemudian mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan kelamin.

  1. Menganjurkan pada ibu agar mengikuti KB sendini mungkin setelah 40 hari (16 minggu post partum)
  2. Imunisasi
    Menganjurkan ibu untuk selalu membawa bayinya ke RS, PKM, posyandu atau dokter praktek untuk memperoleh imunisasi.

 

2.3         Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas, yaitu:

  1. Untuk mempercepat involusi uterus ( rahim )
  2. Untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologisnya.
  3. Melaksanakan skrining yang komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
  4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayisehari-hari.
  5. Memberikan pelayanan KB.
  6. Mendapatkan kesehatan emosi.

 

2.4         Perubahan yang Terjadi pada Masa Nifas

  1. Perubahan fisiologis:
  • Terjadi proses involusio, keluar lochea, perut ibu kelihatan besar.
  1. Perubahan psikologis:

Muncul berbagai ekspresi akibat berlalunya peristiwa menentukan dalam hidupnya dan merupakan peristiwa mengesankan karena:

  • Ibu merasa bangga karena telah mengalami kesulitan, kecemasan, kesakitan, penderitaan dengan tenaganya sendiri.
  • Ibu bahagia karena telah mendapat relasi dengan bayinya, ingin cepat tau jenis kelamin, bentuk bayinya.
  • Disamping itu muncul gejala-gejala psikis disebabkan:
  • Ibu mengalami kesenduan, kepedihan hati, kekecewaan dan penderitaan batin missal karena anak hasil hubungan luar nikah.
  • Jenis kelamin anak tidak sesuai harapan, bayi cacat sehingga timbul rasa tidak cinta anaknya.
  • Ibu-ibu yang telah cerai, kelahiran anak merupakan peristiwa tidak menyenangkan.

 

2.5         Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik

  1. Bidan harus hati-hati melakukan komunikasi karena kestabilan emosi belum pulih seperti semula.
  2. Orientasi pembicaraan lebih berkisar penerimaan terhadap bayi serta kondisi fisik dan psikis ibu nifas.

 

2.6         Prinsip Komunikasi pada Ibu Nifas

  1. Komunikasi difokuskan pada permasalahan kasusnya masa nifas seperti cara menjaga kebersihan, perawatan bagi dan juga kesehatan ibu dan anak. Serta pemulihan organ-organ reproduksi.
  2. Disesuaikan dengan kondisi ibu jika ada informasi atau pesan yang memerlukan suatu tindakan khususnya dana.
  3. Dalam menyampaikan informasi, pesan harus mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima.
  4. Jika pesan memerlukan tindakan seperti cara menyusui yang benar, maka pemberi pesan harus memberikan contoh melalui alat media atau mempratekkan langsung pada ibu-ibu tersebut.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Yogi Andhi dan Erma Wahyuningrum.2010. Komunikasi & Konseling dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media